Hijab.id

Cawe-Cawe Presiden: Misi Tersembunyi Presiden Jokowi dalam Pemilihan Presiden Selanjutnya

25 Sep 2023  |  182x | Ditulis oleh : Admin
Cawe-Cawe Presiden: Misi Tersembunyi Presiden Jokowi dalam Pemilihan Presiden Selanjutnya

Seiring berjalannya waktu, tak ada yang dapat menghindari kenyataan bahwa masa jabatan seseorang di pemerintahan akan berakhir. Bahkan bagi seorang presiden sekalipun, akhir masa jabatannya mengharuskannya merelakan kursi kekuasaan tersebut kepada calon presiden yang akan datang. Akan tetapi, kita seringkali menyaksikan bagaimana beberapa pejabat negara, termasuk presiden sendiri, tampak begitu sibuk dalam upaya mencari pemimpin selanjutnya atau bahkan turut serta dalam permainan cawe-cawe untuk mempromosikan calon pemimpin baru yang sesuai dengan visi politik mereka.

Namun, di balik sorotan kamera dan pidato-pidato yang meriah, terdapat aspek-aspek tersembunyi yang mungkin tidak selalu jujur dan transparan. Spekulasi dan teori konspirasi pun muncul, mengungkapkan bahwa tindakan mereka sebenarnya bermotif tersembunyi, seperti menutupi jejak kejahatan, mengendalikan pemilihan calon pemimpin, mempertahankan dominasi politik, melindungi bisnis dan kroni mereka, bahkan membangun politik dinasti. Dalam artikel ini, mari kita gali lebih dalam tentang fenomena ini, di mana pejabat negara dan presiden terlibat dalam cawe-cawe atau upaya mempromosikan pemimpin masa depan.

1. Menutupi Jejak Kejahatan

Beberapa pejabat negara mungkin mencari pemimpin selanjutnya sebagai upaya untuk menyembunyikan jejak-jejak kejahatan atau tindakan korupsi yang mungkin mereka lakukan selama masa jabatan mereka. Dengan memastikan bahwa pemimpin baru adalah 'orang mereka', mereka berharap dapat menghindari penyelidikan lebih lanjut dan menjaga kepentingan mereka.

2. Mengatur Pemilihan Calon Pemimpin

Tak jarang terjadi kasus di mana pejabat yang masih berkuasa berusaha untuk mengendalikan pemilihan calon pemimpin agar mendukung calon yang dapat menjadi "boneka" mereka. Dengan cara ini, mereka dapat terus memengaruhi kebijakan dan keputusan politik tanpa harus secara resmi berkuasa.

3. Mempertahankan Kekuasaan

Bagi beberapa pejabat negara, ketakutan akan kehilangan pengaruh politik setelah masa jabatan berakhir bisa menjadi motivasi kuat. Dengan mencari pemimpin selanjutnya yang dapat mereka kendalikan, mereka berharap dapat mempertahankan dominasi mereka dalam pemerintahan.

4. Perlindungan Bisnis dan Kelompok Koneksinya

Pejabat yang memiliki bisnis atau hubungan erat dengan kelompok ekonomi tertentu mungkin ingin memastikan bahwa pemimpin selanjutnya tidak akan mengancam bisnis mereka atau membongkar praktik-praktik korupsi. Oleh karena itu, presiden dan pejabat negara mencari calon pemimpin yang akan melindungi kepentingan mereka.

5. Keluarga dalam Dunia Politik

Terakhir, ada situasi di mana pejabat mencoba membawa anggota keluarganya ke dalam dunia politik dengan mendukung mereka menjadi pemimpin selanjutnya. Hal ini dapat memastikan bahwa kekuasaan dan pengaruh keluarga tersebut tetap terjaga. Sebagai contoh yang paling aktual, adalah kehadiran anak dan menantu Presiden Jokowi yang menduduki jabatan penting dalam pemerintahan saat ini. Mungkin hal ini mencerminkan kekhawatiran Presiden Jokowi dalam upayanya mencampurkan tangan dalam pemilihan presiden berikutnya.

Meskipun mencari pemimpin selanjutnya adalah bagian yang sah dari sistem politik Indonesia, kita perlu selalu berhati-hati terhadap praktik-praktik tersembunyi yang mungkin terjadi di balik layar. Transparansi, integritas, dan partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik adalah faktor penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil dan pemimpin yang dipilih benar-benar melayani kepentingan rakyat, bukan golongan kepentingan tertentu. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang potensi motif tersembunyi atau "udang di balik batu" ini, kita dapat lebih kritis dalam menilai tindakan pejabat negara saat mencari pemimpin selanjutnya.

Tindakan Presiden Jokowi dalam melakukan cawe-cawe saat ini tentu mengundang pertanyaan tentang tujuan yang mungkin lebih berfokus pada kepentingan pribadi daripada pada kepentingan demokrasi dan rakyat Indonesia. Muncul kekhawatiran bahwa Presiden Jokowi berusaha memastikan bahwa proyek Ibu Kota Baru (IKN) akan tetap melibatkan Tenaga Kerja Asing (TKA) China, dengan menyewakan tanah seluas 34.000 hektar kepada warga negara China selama 190 tahun, sementara warga Indonesia harus membayar sewa untuk pelaksanaan proyek IKN kepada pemerintah China.

Selain itu, persyaratan tambahan yang mewajibkan warga Indonesia untuk mempelajari bahasa Mandarin di sekolah-sekolah juga menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut. Dengan alokasi lahan sebesar itu, proyek ini dapat menampung hingga 100 juta warga negara China. Kita pun harus bertanya, apa dampaknya pada suku-suku pribumi, seperti suku Dayak, dan apakah status warga negara Indonesia akan terancam? Keseluruhan situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang nasionalisme Presiden Jokowi dan dampaknya bagi Indonesia.

Baca Juga: